Selasa, 14 Desember 2010

Teman adalah Hadiah

Teman adalah hadiah dari yang di atas buat kita.
Seperti hadiah, ada yang bungkusnya bagus dan ada yang bungkusnya jelek. Yang bungkusnya bagus punya wajah rupawan, atau kepribadian yang menarik. Yang bungkusnya jelek punya wajah biasa saja, atau kepribadian yang biasa saja, atau malah menjengkelkan.
Seperti hadiah, ada yang isinya bagus dan ada yang isinya jelek. Yang isinya bagus punya jiwa yang begitu indah sehingga kita terpukau ketika berbagi rasa dengannya, ketika kita tahan menghabiskan waktu berjam-jam, saling bercerita dan menghibur, menangis bersama, dan tertawa bersama. Kita mencintai dia dan dia mencintai kita.
Yang isinya buruk punya jiwa yang terluka. Begitu dalam luka-lukanya sehingga jiwanya tidak mampu lagi mencintai, justru karena ia tidak merasakan cinta dalam hidupnya. Sayangnya yang kita tangkap darinya seringkali justru sikap penolakan, dendam, kebencian, iri hati, kesombongan, amarah, dll.
Kita tidak suka dengan jiwa-jiwa semacam ini dan mencoba menghindar dari mereka. Kita tidak tahu bahwa itu semua BUKAN-lah karena mereka pada dasarnya buruk, tetapi ketidakmampuan jiwanya memberikan cinta karena justru ia membutuhkan cinta kita, membutuhkan empati kita, kesabaran dan keberanian kita untuk mendengarkan luka-luka terdalam yang memasung jiwanya.
Bagaimana bisa kita mengharapkan seseorang yang terluka lututnya berlari bersama kita? Bagaimana bisa kita mengajak seseorang yang takut air berenang bersama? Luka di lututnya dan ketakutan terhadap airlah yang mesti disembuhkan, bukan mencaci mereka karena mereka tidak mau berlari atau berenang bersama kita. Mereka tidak akan bilang bahwa "lutut" mereka luka atau mereka "takut air", mereka akan bilang bahwa mereka tidak suka berlari atau mereka akan bilang berenang itu membosankan dll. Itulah cara mereka mempertahankan diri.

Mereka akan bilang:
"Menari itu tidak menarik"
"Tidak ada yang cocok denganku"
"Teman-temanku sudah lulus semua"
"Aku ini buruk siapa yang bakal tahan denganku"
"Kisah hidupku membosankan"

Mereka tidak akan bilang:
"Aku tidak bisa menari"
"Aku membutuhkan kamu denganku"
"Aku kesepian"
"Aku butuh diterima"
"Aku ingin didengarkan"
Mereka semua hadiah buat kita, entah bungkusnya bagus atau jelek, entah isinya bagus atau jelek. Dan jangan tertipu oleh kemasan. Hanya ketika kita bertemu jiwa dengan jiwa, kita tahu hadiah sesungguhnya yang sudah disiapkanNya buat kita.


Belajar Kepada Majlis Setan

Belajar Kepada Majlis Setan


Forum Bangbang Wetan 27 Oktober 2007 mendatang mengangkat tema "Belajar kepada Majlis Setan". Rasulullah Muhammad SAW punya anjuran termasyhur "Carilah ilmu sampai ke negeri Cina". Itu titik berangkat. Yang beliau maksud mestinya tak hanya territorial geografis, tapi juga berbagai-bagai wilayah dan dimensi.

Kalau Anda ingin tahu apa itu Bangbang Wetan, tanya kepada mayoritas korban Lumpur di Sidoardjo, atau tokoh-tokoh Surabaya seperti Johan Silas, Pak Muhammad Nuh, Pak Hotman Siahaan dst. Atau datang saja langsung ke Balai Pemuda Surabaya pada hari-Hnya tiap bulan. Itu dulur mbuncit dari Padang Bulan Jombang, Mocopat Syafaat Yogya, Gambang Syafaat Semarang, Kenduri Cinta Jakarta, Obor Ilahi Malang, juga 'saudara sepupu' nya yang tentatif di Mandar, Bandung, Kuala Lumpur, Hongkong dlsb.

Teman-teman civitas akademika ITS Unair Unesha dan makin banyak lagi kampus-kampus bergabung di dalamnya. Segala segmen masyarakat, pedagang, pegawai, pemulung, tukang becak, penganggur, aktivis-aktivis sosial, dan berbagai kalangan lain duduk bersama.

Kalau Anda ingin lebih mengenal setan, justru di Bangbang Wetan markasnya. Anda orang yang jauh dari setan, masyarakat Bangbang Wetan sangat dekat dengan setan. Anda memandang setan jauh di luar diri Anda, jamaah Bangbang Wetan melihat setan ke dalam dirinya. Anda teman karibnya Allah sebagaimana Khalilullah Nabi Ibrahim AS, kami golongan manusia yang sangat ketakutan kepada Allah, badan kami sangat bau, hati kami busuk, kalau Haji atau Umroh takut mendekat ke Ka’bah karena kesucian Ka’bah jangan sampai terkotori oleh kebusukan kami.

Anda orang yang sangat cinta dan karib dengan Muhammad SAW sehingga Anda bersifat Muhammadiyah, berwatak bak Muhammad, sementara kami adalah setan-setan yang tidak punya andalan apapun untuk mencintai Muhammad. Anda mungkin bagian penting dari Perhimpunan Orang Alim atau Nahdlatul Ulama, sementara kami lebih pantas dicampakkan ke kubangan Nahdlatus-Syayathin: gerombolan setan-setan.

Komunitas Bangbang Wetan menemukan dirinya sebagai gerombolan setan yang merasa perlu mempelajari dirinya sendiri. Beda dengan manusia yang sangat intelektual, yang paham persis siapa dirinya. Oleh Allah manusia dianugerahi hardware yang namanya otak, yang bisa berpikir karena berjodoh dengan software pendaran-pendaran gelombang elektromagnetik dari Sab’a Samawat tujuh langitnya Allah. Perjodohan itu bernama akal.

Komunitas setan Bangbang Wetan tidak akan mampu mengejar prestasi manusia yang normal sajapun, apalagi manusia yang Ulama, yang Ustadz, yang Muballigh, yang berperilaku Muhammadiyah, yang sangat mengerti ijtihad, tabayyun, melangkahkan kaki berdasar ilmu yang jernih, pengetahuan dan analisis atas fakta yang obyektif, yang menolak taqlid, yang tidak gamoh seperti gethuk: sehingga kalau mendengar sesuatu ia selalu melakukan rekonfirmasi, re-check, mencari berbagai versions of facts. Manusia damanati Allah "In ja-akum fasiqun binaba-in fatabayyanu an tushibu qouman bijahalah....". Apabila datang kepadamu dukun manipulator melaporkan sesuatu, sebaiknya ditabayyunkan, diobservasi substansi-substansi masalahnya, alur sejarahnya, konteksnya, setting semua pihak yang terlibat. Agar kamu tidak dengan sangat mudah dithotholi oleh isyu dan fitnah, mudah digerogoti oleh kelompok ini parpol itu ormas sana dan sini, karena pada dasarnya engkau sendiri yang menggerogoti dirimu sendiri. Nanti kamu akan merugikan suatu kaum karena ketololannya itu. Dan hendaklah diketahui bahwa "suatu kaum" itu bukanlah siapa-siapa kecuali manusia tolol itu sendiri dengan golongannya.

Kami para setan terletak pada maqam yang sangat susah dan dilemmatis. Kami takut kepada Allah, tetapi terlanjur bersumpah akan membuktikan kepada Tuhan hujjah atau argumentasi kepada dulu Iblis di Bapak Setan ogah bersujud kepada Adam. Kalau ada setan yang berminat untuk tahu apa argumentasi Bapak Setan itu, hadirlah di Bangbang Wetan.

Ini sekedar pengantar, agar orang-orang yang dekat dengan Allah tahu bahwa ada forum setan bulanan di Surabaya. Agar ke telinga manusia-manusia alim sholeh Islamiyah Muhammadiyah lewat sesaat kabar bahwa ada kumpulan setan. Agar bangsa Indonesia yang religius, yang jumlahnya hajinya tak terhitung, yang pengajian tiap hari, yang Ustadznya melimpah-limpah, yang berpeci berserban berjubah tampil siang dan malam pernah mendengar sedikit bahwa ada rombongan setan di Surabaya.

Apakah setan belajar ilmu juga seperti kaum sarjana, atau malah ia harus lebih pandai dari para professor doctor, sebab kalau tidak demikian bagaimana mungkin setan punya pengaruh atas kaum cerdik cendekia? Apakah setan bisa baca Quran? Bahkan bisa lebih fasih dibanding para Ustadz? Sebab segala yang dimiliki dan dimampui oleh manusia maka setan juga harus lebih memiliki dan lebih memampui? Bukankah setan hanya bisa menjalankan tugasnya sebagai setan kalau dia lebih sakti dari manusia? Di Bangbang Wetan mudah-mudahan bisa kita cari jawabannya.

Ini bukan sesuatu yang dibikin-bikin. Saya ini sendiri – bukan sekedar dalam pandangan saya, tetapi juga terutama pada pandangan mereka yang karib dengan Allah: adalah juga setan. Sehingga wajah saya adalah wajah setan, rambut saya adalah rambut setan, nyanyian saya adalah nyanyian setan, puisi saya adalah puisi setan, dan orang-orang yang bersama saya adalah teman-temannya setan. Sayang sekali Kiai Kanjeng tidak bisa hadir di Bangbang Wetan untuk membawakan lagunya yang berjudul "Tembang Setan". *****





Ditulis Oleh Emha Ainun Nadjib
Sabtu, 26 Januari 2008

SATAN

"Janganlah aku menjadi tempat segala kesalahan yang kau buat sendiri. Aku tak pernah menyuruhmu berbuat seperti yang aku kehendaki. Aku bahkan tak pernah membujukmu untuk melakukannya. Aku, sebagaimana dirimu adalah makhluk Tuhan juga, yang barang kali pernah pada suatu masa berbuats salah. Dan, kerena kesalahan itu Tuhan mengutukku. Akan tetapi, bukan berarti kutukan itu membuatmu beralasan atas setiap kesalahan yang kau lakukan. Jangan salahkan aku!!"


(Ttd. SETAN)

Pahlawan

Seorang pahlawan adalah mercu suar bagi harapan-harapan kita. Dia menjadikan diri, jalan, dan berita-nya sebagai pemandu bagi kita dalam pelayaran menuju impian-impian kita. Kita tidak harus menjadikan diri kita sepertinya, tetapi dengan mengacu kepadanya - kita dapat menikmati perjalanan yang lebih berkualitas.

Memilih Kejujuran atau Kebenaran?

Bertindak "jujur" belum tentu benar
Bertindak "benar" belum tentu jujur

Kedua kalimat diatas memang sering terjadi dan hal ini memang mengikuti hukum-hukum tertentu yang satu dengan lainnya berbeda. Dalam kehidupan sehari-hari, kehidupan bisnis, etika kedokteran, cara memberi pelajaran pada anak, dan lain-lain semuanya mempunyai dasar hukum tertentu dan bukan berdasarkan kejujuran tetapi berdasarkan kebenaran.

Jujur menurut saya adalah sifat yang memang harus kita miliki dan boleh dikatakan mutlak harus kita punyai. Sifat jujur boleh dikatakan setara dengan sifat-sifat lainnya seperti sifat berani, belas kasih, dan lain-lainnya.

Kalau seseorang dikatakan harus berani, lalu apakah orang tersebut harus berani dalam segala hal? Tentunya ada batas-batas tertentu dari keberanian orang tersebut, misalnya: orang tersebut berani dalam mengambil keputusan, akan tetapi saat ia diminta untuk mencoba "buggy jumping" atau mungkin diminta untuk menyanyi didepan umum maka orang tersebut akan tidak berani.

Lalu bagaimanakah ini: "Apakah keberanian itu harus bisa dilaksanakan 100%?"

Demikian pula halnya dengan "belas kasih", walaupun harus kita miliki namun saat kita menghadapi ular, harimau ataupun penjahat yang sangat mengancam diri kita, apakah kita harus melaksanakan belas kasih 100%?

Tentunya tidak dan inipun berlaku untuk kejujuran. Dalam berbisnis orang dituntut untuk jujur sehingga dipercaya orang.

Apakah benar kejujuran yang dituntut?, apakah bukan suatu tindakan yang benar yang dituntut?

Mungkin hanya salah kaprah orang meminta pihak lain untuk jujur dalam berbisnis. Dalam dunia bisnis sendiri ada hukum-hukum tertentu yang dipakai dan kalau dari prinsip "gunakan energi sesedikit mungkin untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya", hal ini akan sangat bertentangan dengan kejujuran, namun akan tetap dapat diterima bila seseorang menjalankannya dengan benar dan tidak menyakiti pihak-pihak lain.

Seorang anak jatuh dan orang tuanya spontan menyatakan "Oh, tidak apa-apa! Anak pintar, tidak sakit kok! Jangan nangis, yach!"

Menurut saya ini adalah salah orang tua tersebut dalam menanggapi masalah tersebut, mungkin ada alternatif lain yang bisa kita gunakan misalnya "Oh, jatuh ya, mana yang sakit, sini diberi obat agar tidak sakit", dengan tanggapan yang demikian kita mendidik anak untuk mengerti suatu permasalahan, bahwa dia jatuh dan sakit dan perlu diobati dan kita tidak berbohong.


Bagaimana dengan kebenaran?

Kebenaran tidak dapat dibantah, harus dilaksanakan dengan mutlak. Seorang pedagang mengatakan tidak untung menjual barangnya, tentunya bisa dilihat pedagang tersebut tidak jujur karena bisa saja pedagang tersebut telah mendapatkan keuntungan atau mungkin dia telah mendapat bonus dari pabrik tetapi dia tidak mengutarakannya.

Namun hal ini tetap dibenarkan dalam berbisnis, jadi bisa dilaksanakan meskipun pedagang tersebut tidak jujur. Kecuali pedagang tersebut memalsukan barang yang asli dengan yang palsu atau barang lain yang kualitasnya lebih jelek dari barang sebenarnya, hal ini adalah tidak benar, sehingga salah bila dilaksanakan, maka kita harus melakukan sesuatu yang benar.

Nah dari uraian saya diatas saya coba menjawab pertanyaan:
untuk mengejar kesempurnaan apakah kita bisa tidak berbohong?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, saya ingin menyetarakan dulu istilah "berbohong" disini sama dengan "tidak jujur tetapi untuk kebaikan".

Bila hal ini kita sepakati dan memahaminya, maka tidak masalah kita berbohong, karena kita masih berpijak pada kebenaran.

Contoh-contoh konkrit yang kita bisa lihat misalnya:
  • Seorang teman saya setelah membeli daging, dia menyimpan uangnya bersama daging tersebut dalam tas plastik, dan menyisakan sedikit uang disaku, diperjalanan dalam kendaraan umum dia ditodong oleh penjahat dan dimintai uang, dia mengeluarkan uangnya dari sakunya yang hanya sedikit dan memberikannya pada penjahat tersebut dan mengatakan dia tidak punya uang, bahkan dia mengatakan dia perlu ongkos untuk pulang pada penjahat tersebut, yang akhirnya dia diberi beberapa ribu untuk ongkos (Wah, teman saya telah berbohong dua kali).
  • Kita menyumbang untuk amal, ketika ditanya siapa yang menyumbang, kita tidak mengaku karena kita tahu amal tidak perlu di gembar-gemborkan, inipun kita berbohong.
Kedua contoh tersebut diatas adalah tindakan yang benar, maka tidak masalah kita melakukannya.

Demikian uraian ini mudah-mudahan dapat sebagai wacana untuk diolah kembali.